Keunikan Keroncong Tugu
Kampung Tugu merupakan salah satu kawasan cagar budaya dan memiliki objek pemajuan kebudayaan yang sangat beragam, masing-masing budaya ini memberikan kontribusi bagi keberadaan Orang Tugu. Keroncong Tugu menjadi seni musik khas Kampung Tugu. Hal ini dipengaruhi oleh pembawa musik Keroncong yaitu orang-orang Portugis asli yang mendiami Kampung Tugu. Ketika mereka datang ke Kampung Tugu, mereka membawa alat-alat musik yang akan dimainkan dan digunakan untuk melepas lelah. Alat-alat musik yang dibawa seperti prounga, macina, jitera, biola, cello, rebana. Musik yang mereka mainkan ini dikenal oleh orang-orang sebagai musik keroncong.
Disebut keroncong, karena instrumen suara yang ditimbulkan oleh dua instrumen prounga dan macina, hasil suara yang keluar dari pronga dan macina terdengar seperti crong-crong, oleh karena itu disebuh keroncong. Dalam bermusik, Orang Tugu selain membawa lagu lagu berbahasa Portugis, tetapi juga membawakan lagu-lagu yang berirama dan dikenal oleh masyarakat, seperti jali-jali dan kicir-kicir. Ciri khas musik Keroncong Tugu adalah tempo yang dimainkan lebih cepat jika dibandingkan dengan keroncong lainnya.
Pada Tahun 1700 Melchior Leijdekker, yang merupakan seorang pendeta sekaligus dokter, tidak dapat menanggulangi wabah kolera yang terjadi di batavia dan Kampung Tugu. Dokter Melchior Leijdekker tidak bisa mengobati Orang Tugu serta dirinya sendiri yang pada saat itu terkena wabah kolera dan pada akhirnya meningga dunial. Dan kisahnya diabadikan dalam lagu YAN KAGA LETI, YAN merujuk pada nama belandadari dokter Melchior, KAGA merujuk pada buang air besar, LETI merujuk ke disentri. Lagu ini dinyanyikan dengan penuh kesedihan. Oleh grup musik lain, lagu ini dinyayikan dengan nada yang cepat, padahal makna lagunya adalah kesedihan.
Dengan segala karakteristiknya, Keroncong Tugu memiliki potensi besar untuk dikembangkan lebih profesional sehingga dapat menjadi aset bangsa Indonesia dalam persaingan budaya internasional. Jangan takut untuk memainkan lagu keroncong. Bagi pemain keroncong, semua lagu adalah lagu keroncong
Keroncong Tugu juga memiliki gaya tersendiri dan telah mengalami revitalisasi dengan peluang yang lebih besar. Keroncong Tugu seringkali diundang untuk tampil, baik di dalam negeri ataupun luar negeri. Misalnya saja, Keroncong Tugu yang ditampilkan di Pasar Malam Great Tong Tong di Den Haag, Belanda. Selanjutnya, Keroncong Tugu juga tampil dalam acara “Gatra Kencana” bertema “Toegoe Doeloe dan Tugu Sekarang” yang ditayangkan di Stasiun TVRI Pusat, Jakarta. Saluran televisi nasional dan internasional juga memberi informasi atau melaporkan salah satu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Tugu yang bernama “Mandi Mandi”, tradisi ini dilakukan secara rutin disetiap tahunnya. Keroncong Tugu selalu diundang ke dalam berbagai acara di DKI Jakarta. Komunitas Keroncong Tugu juga mengembangkan kerjasama dengan Lembaga Kajian Budaya Betawi, mendapatkan partisipan dalam Festival Budaya Internasional Budaya Indonesia-Portugis. Keroncong Tugu juga mendapat penghargaan Keroncong di Institut Pendidikan dan Apresiasi Musik milik Gita Niti Para Samya.
Fakta ini juga sekaligus menunjukkan bahwa Keroncong Tugu Jakarta masih memiliki komunitas yang memiliki rasa peduli untuk mendukung agar mereka dapat mengetahui dan mempertahankan identitas budayanya. Selain itu, kita juga dapat mengagumi keunikannya dan menghargai penampilannya. Pengakuan-pengakuan mengenai Keroncong Tugu ini disambut positif oleh Pemerintah DKI Jakarta, dukungan dalam bentuk dukungan moril serta dukungan materil. Keroncong Tugu patut mendapat dukungan dari semua pihak karena memiliki genre musik yang menjadi salah satu warisan budaya tak benda Jakarta dan memiliki implikasi penting bagi sejarah, budaya, dan pariwisata kota Jakarta.